Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Saturday, August 21, 2010

Ramuan 6, 89-90

Salah satu ciri Profesor Snape yang baru Reon sadari--pria itu sering mengatakan apa yang dia katakan tak ingin dikatakan. Ciri yang hanya bisa dimiliki oleh guru sedingin dan setidaksuka bicara seperti dia, tampaknya. Gadis berusia enam belas tahun itu memutar bola matanya ke atas, menatap debu-debu yang menempel di tepi bagian atas papan tulis. Ia tidak berniat melihat sekeliling; toh hanya sedikit wajah-wajah yang dikenalinya. Bahkan tempat duduk di sebelah kirinya kosong.

Yah... semakin sepi kelas, semakin konsentrasi belajar, bukan begitu?

Evenna Vareon mencerna dengan lambat setiap kata-kata guru ramuannya. Salah satu ramuan yang akan diajarkan bernama Tegukan Hidup Bagai Mati. Gadis berambut hitam panjang itu seketika menegapkan tubuh dengan sikap kaku ketika gurunya mengatakan bahwa tegukan tersebut berpotensi menjadi tegukan kematian. Well, baginya kematian itu sesuatu yang tak terbayangkan. Seburuk-buruk hidupnya, ia tak pernah sekalipun memikirkan tentang mati.

Dan membayangkan kematian tiba-tiba saja meremangkan bulu kuduknya.

Gadis itu mendesah dan menepis khayalannya yang telah jauh berkelana. Takkan terjadi apa-apa, ia meyakinkan diri sendiri. Dianggukinya kata-kata Profesor Snape dalam kebisuan--seperti biasa, tentu saja. Kebisuan Reon adalah ciri utama yang dimiliki gadis itu, penanda akan kehadiran maupun ketidakhadirannya.

Dengan cepat disibaknya buku ramuan hingga menemukan halaman yang dicari. Ia merogoh saku jubahnya, mengeluarkan sebuah kuncir hitam untuk mengikat rambut panjangnya yang terjuntai lemas. Kemudian dikenakannya sarung tangan yang sudah tidak bagus lagi. Sudah lima tahun lebih digunakan. Tapi gadis penyuka hewan itu tak berniat membeli sarung tangan baru--selama benda itu berwujud sarung tangan, ia tak akan membuangnya. Akhir-akhir ini ia memang gemar menabung. Bersiap karena beberapa tahun lagi ia akan mulai menjalani hidupnya sendiri.

Sendiri, secara harfiah.

Gadis itu memanaskan air lalu mulai memotong kacang sopophorus untuk mengambil sari. Atau lebih tepatnya mencoba memotong, karena ia sama sekali tak berhasil melakukan hal tersebut. Kacangnya melompat dan terjatuh di kaki meja. Reon bergumam accio sopophorus untuk mengambil kacang itu. Sudah tak steril? Terkontaminasi debu di lantai? Terserah. Setidaknya bakteri yang menempel tak tampak oleh mata telanjang. Reon berusaha memotong kacangnya dengan pelan. Setelah sepuluh menit mencoba, ia baru berhasil mendapatkan sari dari tiga buah kacang, padahal ada delapan kacang yang tersedia.

Well, kalau tak bisa mau bagaimana lagi.

Ia memasukkan ashpodel, membiarkan air panas menenggelamkannya. Setelah itu pelan-pelan dituangnya sari sopophorus seraya mengaduk-aduk ramuannya sepuluh kali dengan arah berlawanan dengan jarum jam. Setelah itu ia memasukkan wormwood dan valerian roots. Sekarang tinggal menunggu ramuannya berwarna bening seperti air. Reon membereskan peralatan yang dipakainya. Selesai melakukannya, dilihatnya ramuan Tegukan Hidup Bagai Mati ala Evenna Vareon telah berubah warna menjadi putih susu. Sama sekali tidak bening.

Flutist berwajah oval itu mematikan api, kemudian menciduk ramuannya dengan gelas plastik untuk dimasukkan ke dalam botol kecil. Dilabelinya botol itu dengan identitasnya. Ia berdiri, mengumpulkan ramuannya, kemudian kembali ke tempat duduk.

Asal tahu saja, ia tidak suka menyia-nyiakan sesuatu.

0 comments: