Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Monday, May 10, 2010

Astronomi 5, 87-88

Dengan tatapan kagum Lyssie mendongak menatap langit malam yang gemerlap. Tanpa teleskop pun, gadis lima belas tahun itu sudah terkesima melihat pemandangan indah yang terjalin antara titik-titik bintang berlatar gelap langit, memberikan sentuhan cahaya meski jaraknya begitu jauh dengan bumi, dari tempatnya berada sekarang.

Sayangnya, cahaya dari rangkaian benda langit tersebut tak mampu melingkupi dirinya dengan kehangatan. Gadis bernama keluarga Arcfond itu menenggak ludah, menghembuskan napas kedinginan, kemudian merapatkan syal biru perunggu yang sudah terlilit di lehernya. Dengan cepat dialihkannya perhatian ke sosok berwibawa Profesor Vector. Beliau menugaskan mereka untuk menggambar ulang ‘pemandangan’ dari balik lensa teropong.

Dua menit kemudian, gadis bermata keemasan itu mendongak lagi, kali ini melihat lewat fokus teropong, sesuai yang diperintahkan. Melihat ditambah membayangkan jalinan para bintang. Sulit. Kecintaannya terhadap mata pelajaran Astronomi rupanya tak membantunya untuk menemukan konstelasi yang bertebaran di langit malam itu. Hanya beberapa yang diyakininya ada dan benar—Cygnus, di sana, sedikit ke tenggara; serta Pegasus, tak jauh dari yang disebutnya lebih dulu. Tak jauh dalam jangkauan pandang terbatas manusia. Pada hakikatnya tentu saja jarak keduanya amatlah jauh.

Lyssie menggigit bibir, merasa bingung. Otaknya tak mau bekerja, keburu dibekukan udara dingin. Perintah Profesor Vector memang ‘menggambar’, tapi sekedar ‘menggambar’ saja tidak cukup, tentu. Diraihnya secangkir coklat panas dan dihirupnya pelan-pelan, guna melenyapkan kebingungan yang tiba-tiba melandanya. Kehangatan menjalari sekujur tubuhnya, membuat gadis remaja itu merasa tenang kembali.

Tenang. Ia pasti bisa mengerjakan tugas. Bintang-bintang akan menuntunnya…

—terdengar kekanakkan serta konyol. Dahinya berkerut, lalu menyingkirkan segala pikiran—apapun itu—selain yang berhubungan dengan langit malam. Bahkan tidak pula nilai Astronomi. Keajaiban takkan datang meski waktu mengerjakan tugas dipakainya untuk mengkhayalkan nilai O.

Sepertinya di sini… apa ya namanya? Kalau tak salah ini dihubungkan dengan itu jadi… itu yang agak ke barat laut namanya…

Selesai. Senyum bangga campur lelah menghias wajah Lyssie melihat hasil karyanya. Tak sempurna, barangkali, namun hasil kuasnya sendiri. Hembusan napas lega menguar dari bibir merah mudanya. Didekatnya ujung cangkir ke mulut dan disesapnya coklat panas hingga tetes terakhir. Malam mulai terasa lebih hangat. Lebih bersahabat.

”Mana Lyssie?”

Siapa yang mencarinya? Itu seperti… suara Denan. Dengan gerakan anggun-tanpa-sadarnya, nona muda Arcfond itu memutar kepala, dan mendapati, benar saja, Denan Multianda pemuda Gryffindor tampak berbicara dengan Etcha, sahabatnya. Ehm, semoga saja bukan membicarakan dirinya, karena Lyssie tidak suka diperbincangkan, walaupun oleh teman sendiri.

“Denan? Kau mencariku?”

0 comments: