Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Monday, May 24, 2010

OWL: Herbologi, 87-88

F-fuuh.

Lyselle Arcfond menarik napas satu kali, demi upaya menyibak tirai ketegangan yang sudah meliputinya sejak pagi. Karakter pencemasnya begitu tidak menolong saat itu, belum apa-apa bagian bawah bibirnya sudah sariawan karena digigit terus menerus. Ia tidak begitu menyukai pelajaran tanaman obat ini, nilainya pun standar saja. Seluruh raganya bersatu padu menunjukkan bahasa tubuh yang berarti takut. Takut tidak bisa mengerjakan soal ujian, takut mendapat nilai T, takut mengecewakan banyak orang yang telah berharap pada intelegensinya, takut mendapat olok-olok jika semua bayangan negatif itu terjadi.

Terutama yang terakhir.

Putri tunggal keluarga imigran asal Belanda itu menatap rumah kaca ragu, satu menit lima detik sudah lewat sejak ia meyakinkan diri bahwa tidak akan terjadi apa-apa, sementara rekan-rekan satu angkatannya satu per satu sudah memasuki tempat diadakannya ujian Herbologi itu, entah karena memang bersemangat ujian atau menghindari sengatan matahari yang semakin terik. Masuk, masuk! batinnya memerintah sepasang kaki jenjangnya. Tetap saja ia masih terpaku. Kira-kira apa yang dipikirkan oleh Ma—

Sekelebat wajah muncul di benaknya, kemudian entah bagaimana gadis lima belas tahun itu merasa sedikit rileks. Dulu Ibunya yang benci Herbologi setengah mati saja lulus, kenapa dia tidak? Setidaknya ia pernah dapat nilai O di pelajaran ini—dulu sekali, waktu kelas satu, sepertinya Profesor Sprout waktu itu sedang tidak enak badan. Pokoknya, sekarang ujian dulu. Gadis bersuara sopran itu memasuki rumah kaca, menyahut sapaan selamat pagi dari sang pengawas ujian berambut pirang jerami, lalu menumpukan badannya di salah satu bangku. Tangannya menarik tongkat sihir dari balik saku jubah, untuk disimpan di dalam tasnya, seperti yang diperintahkan. Tak lama kemudian Lyssie bangkit, mendekati empat kotak berisi empat tanaman berbeda untuk diidentifikasi salah satunya. Elang Ravenclaw itu mengenal semuanya, syukurlah. Kalaupun ia tak tahu—barusan Gennadi menyebutkan semuanya. Gillyweed. Aconite. Mandrake. White Dittany. Hanya berupa potongan, tidak seluruhnya.

Nona muda itu menimbang-nimbang sejenak. Ia tidak suka Mandrake, meskipun pengetahuannya tentang tanaman itu lumayan. Jelas tidak untuk White Dittany; membedakan satu jenis Dittany dengan yang lain saja ia belum tentu bisa. Akhirnya dengan konyol Lyssie memilih Aconite, karena menurutnya rupa tanaman itu lebih cantik dari irisan Gillyweed. Pikirannya memang bisa berubah jadi dangkal pada saat tertentu. Ia kembali ke tempat duduknya, meraih pena bulu, menulis judul di tengah-tengah: Aconite, kemudian memberi jarak dua spasi untuk menuliskan sedikit data dirinya. Nama dan asrama. Dibawah identitas standar itu, ia memulai dengan kalimat ‘Aconite adalah tanaman…’

Sangat tidak variatif, yeah. Bahkan Lyssie sendiri tahu itu. Tapi tak ada waktu untuk berleha-leha membuat laporan yang ‘menarik’, lagipula percuma ia menulis dengan untaian kata-kata bak puisi namun intinya sama sekali tidak berbobot. Gadis itu mulai melanjutkan. Setiap penjabaran dibuatnya satu paragraf. Penjelasan definisi, satu paragraf, tidak terlalu panjang. Untuk menjelaskan kegunaan, ia menulis satu paragraf yang lebih panjang dari paragraf sebelumnya. Terus seperti itu hingga terakhir, yakni penjelasan mengenai pemanfaatan Aconite.

Selesai, sekitar empat puluh menit. Tidak terlalu panjang, tulisan kecil-kecilnya hanya mengisi tiga perempat perkamen. Mau bilang apa, memang sebanyak itu isi otaknya, murni hasil menghapal buku tanaman sihir selama satu jam setiap malam. Kalau nilainya tidak bagus, setidaknya ibunya tidak akan marah.

0 comments: