Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Monday, May 24, 2010

OWL: PTIH, 87-88

Kenapa Lyssie masih hidup sampai sekarang, itu masih merupakan sebuah teka-teki, mengingat ia selalu merasa ingin memesan lubang kubur detik itu juga karena tak tahan menghadapi ujian OWL. Oke, dia berlebihan. Ini baru hari keempat, dan tiga hari sebelumnya dilaluinya dengan cukup baik; dalam arti ia tidak mengamuk putus asa lalu merobek-robek perkamen soal dan jawaban ujian. Oh, sekali lagi ia berpikir berlebihan dan dangkal. Untunglah tak ada orang yang bisa membaca isi kepalanya, atau ia akan langsung ditendang dari asrama tempatnya bernaung yang terkenal dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata. She was smart, catat itu. Tapi sekarang, yeah, diragukan.

Sepasang kaki jenjangnya yang tertutup jubah panjang Hogwarts memetakan jejak di pinggir Danau Hitam. Melayangkan tatapan sekilas pada rekan-rekan seangkatannya, hanya sebentar sebab tiba-tiba ia merasakan entakan di perutnya mendapati ekspresi mereka yang tampak biasa saja. Itu berarti hanya dia yang kelewat tegang. Dia seorang. Sayangnya persepsi tersebut sama sekali tak membantu. Ia mendesah kemudian menatap pengawas OWL-nya yang modis. Sepasang telinganya mendengarkan, mencerna tiap kata yang ditangkap oleh inderanya, dan menenggak ludah ketika pria dihadapannya menyuruh mereka menangkap Grindylow.

Ia sudah menerka ujiannya berhubungan dengan Danau Hitam, bahkan dibalik jubah ia sudah mengenakan pakaian renang kalau seandainya disuruh menyelam, tapi mencari Grindylow… well, Lyssie jadi berharap seandainya ia mengambil kelas pilihan Ramalan sehingga ia bisa menerka tugas-tugas OWL sebelum diadakan. Impian konyol. Benaknya mulai mempersiapkan cara-cara apa yang akan digunakannya untuk membawa si Grindylow ke darat. Mengajak baik-baik, cara pertama. Pakai saja isyarat tubuh untuk berkomunikasi. Memohon (ia akan memastikan tak ada seorang pun tahu ia memohon pada makhluk aneh hijau itu), cara kedua. Memaksa, cara terakhir. Sambar saja mukanya.

Giliran baginya tiba terlalu cepat. Gadis tunggal keluarga Arcfond itu menanggalkan jubah dan dasi Hogwarts-nya, berikut sepatu, kaus kaki, kemeja putih bermotif tartan samar, juga celana pensilnya. Sehingga yang melekat pada tubuhnya kini hanyalah swimsuit hitam kontras dengan kulit putih sang gadis. Setelah berdoa agar neneknya mendoakan dari atas sana, ia mengambil Gillyweed dari kotak kaca, menelannya dalam sekali kunyah, lalu menceburkan diri ke Danau Hitam, hanya menggenggam tongkat sihir sebagai andalan.

Tidak rela, sungguh ia menceburkan diri dengan tidak rela. Air danau dingin menusuk tangan dan kaki tak terlindungnya yang kini berselaput seperti katak, dan tentu saja kostum katak bukanlah mode terbaru. Belum lagi pemandangan gelap yang menghancurkan segala khayalannya sedari kecil tentang danau. Sebetulnya kalau diperhatikan, danau itu cukup menarik, dengan karang, batu-batuan, dan—dengan gesit ia berenang menghindar dari gurita di dekatnya, kalau memang itu gurita. Kemampuan renang si nona muda tidak sebagus itu, sebenarnya, tapi sepertinya Gillyweed membantunya secara maksimal. Ia terus berenang, sampai tiba-tiba—

—jeritan gadis berambut coklat itu tertahan di tenggorokan karena insting manusianya memberitahukan bahwa tubuhnya akan kemasukan bergalon-galon air hanya dengan sekali buka mulut, tak ingat bahwa sekarang ia sedang bertransformasi jadi manusia berinsang. Itu dia Grindylow-nya, kejelekannya menyaingi Troll gunung paling jelek. Ada dua. Hijau, perut buncit, dahi lebar, gigi runcing. Tepat dihadapannya, jarak mereka hanya dua meter. Ia butuh tongkat. Ia butuh tongkat. Mana tongkatnya???

Serangan jantung mendadak tadi rupanya sudah membuat genggaman tangannya terlepas. Tapi itu bukan salahku, memang susah memegang tongkat dengan tangan berselaput! Ia membatinkan pembenaran atas kecerobohan sendiri. Berenang menghindar secepat mungkin, menatap ke dasar danau mencari-cari tongkatnya, kemudian menemukannya di dekat kerikil berlumut. Gadis itu terus berharap semoga sepasang Grindylow tadi tidak mengejarnya. Terakhir ia bermain kejar-kejaran umur dua belas tahun, tahu.

Tapi kalau ia menghindar, kapan bisa menangkapnya? Lyssie mendengus jengkel, kemudian berbalik dan mengacungkan tongkat pada salah satu makhluk tersebut. Lupa dengan tiga cara rencana awalnya. “Furnunculus!”

Lho, kok? Salah mantra! Salah mantra!

Seolah-olah Grindylow itu belum cukup buruk rupa, kini gadis bersuara sopran itu memunculkan bisul-bisul di tubuh si makhluk hijau. Sekarang seorang Lyselle Arcfond resmi dinyatakan sebagai orang aneh pemberi bisul pada Grindylow. Well done! Ia mengerang, kemudian berseru “Petrificus Totalus!” pada Grindylow berbisul serta “Immobulus!” agar makhluk satunya tidak melawan. Nona beriris keemasan itu menguasai Petrificus Totalus sejak kelas satu, jadi ia cukup yakin ‘tawanan’-nya tak akan bisa bergerak lagi. Diacungkannya tongkat pada makhluk itu dengan gumaman, “Incarcerous!”, ditariknya ujung tali pengikat dari kekosongan, dan ia berenang, santai dan agak lega karena sudah berhasil menyelesaikan tugas. Tak sampai semenit ia sudah muncul di permukaan, menarik-narik Grindylow.

“Ini dia, Sir.”

Semoga saja tidak ada yang bertanya kenapa Grindylow itu bisulan.

0 comments: