Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Tuesday, June 01, 2010

OWL: Mantra, 87-88

Hari pertama biasanya hari yang paling menegangkan, tapi belum tentu paling buruk.

Atas dasar keyakinan yang dipaksakan itulah, Lyselle Arcfond berjalan menuju Aula Besar pukul sembilan kurang lima belas menit, meski dengan langkah-langkah kikuk, tidak anggun seperti biasanya; untunglah ibunya tidak melihat. Nona muda itu bisa dikurung di gudang kalau ketahuan jalan seperti siput mabuk begitu. Hembusan napas berulang-ulang menjadi teman si gadis lima belas tahun, penetralisir ketegangan yang tengah menjelajari sekujur tubuhnya. Ia sudah belajar dan berlatih, tak ada kekurangan sedikit pun, jadi seharusnya ia bisa melewati ujian hari ini. Harus bisa, maksudnya.

Gadis berambut coklat bergelombang itu segera berbaur dengan rekan-rekannya yang lain, semua bersatu di hadapan pintu Aula Besar meski menyokong panji-panji berbeda. Seorang pria menanti mereka. Lyssie terlalu tegang untuk membalas sapaan standar ‘selamat pagi’-nya, namun sepasang telinganya masih berfungsi, begitu pula dengan otaknya, syukurlah, dan dengan konsentrasi penuh ia berusaha memahami instruksi singkat sang pengawas. Kemudian, ya, apalagi yang bisa ia kerjakan selain menunggu? Nama setiap murid akan dipanggil satu per satu, dan tongkat Ash gadis berdarah murni itu sudah siap dalam genggaman erat tangan kanannya, terasa hangat. Mungkin ‘teman sejati’ penyihir itu sudah tak sabar ingin digunakan.

Detik demi detik berlalu lambat seiring penantiannya. Cukup lama hingga seruan atas namanya menembus pintu Aula. It’s time, batin gadis itu seraya memasuki ruangan dimana darasan mantra-mantranya akan menentukan hasil kerja kerasnya selama lima tahun, serta masa depannya di tahun-tahun mendatang. Aula Besar tampak lebih besar dari biasanya, atau mungkin hanya karena atribut yang ada tidak terlalu banyak. Sepertinya sengaja dibuat lapang agar para peserta ujian lebih leluasa dalam mempraktekan mantra. Lyssie mendekati pengawas ujian berambut chesnut itu, yang sudah berdiri di balik sebuah meja, sehingga sekarang posisi mereka berhadap-hadapan. Gadis itu menunduk, mencoba menghapus kegelisahannya dengan tatapan tak fokus pada empat buah kotak berukuran sekitar sepuluh kali sepuluh sentimeter, kemungkinan besar warnanya berasal dari masing-masing asrama: merah, kuning, hijau, biru.

"di hadapanku ada empat buah kotak aluminium ringan dengan warna masing-masing asrama. Pilih salah satu, tapi jangan memilih warna asramamu."

Kenapa tidak boleh? Berbeda-bedakah isi kotak itu? Lyssie tidak tahu, namun sikap datar tak acuh pria dihadapannya jelas membuatnya enggan bertanya. Nona muda itu mengambil kotak paling kanan, warna hijau. Pengawas ujian dengan cepat melanjutkan instruksinya: munculkan tulisan tak terlihat di kotak itu, lakukan perintah sesuai tulisan yang muncul, buat kotaknya mengikik dan terbuka, kalau mau tetap mendapat nilai—mustahil mendapat A, bukan, jika kotaknya meledak tanpa pelafalan Bombarda? Dan, ah, di dalam kotak itu rupanya ada telur ayam, warnai dengan bahan apapun tanpa meninggalkan ruangan.

Tidak terlalu sulit. Kalau saja waktunya bukan lima belas menit. Gadis bermata keemasan itu mengangguk kecil, lalu memulai praktek ujiannya. Kotak hijau diletakkan di atas telapak tangan kiri yang terbuka, sengaja tidak digenggam, siapa tahu nanti mantranya malah kena tangan. Tangan kanannya mengacungkan tongkat Ash 26,8 senti, berkonsentrasi pada pelafalan mantra serta objeknya.

“Aparecium!”

Well, sudut bibir gadis itu tertarik ke atas, membentuk senyum tipis, lega ketegangannya tidak merusak konsentrasinya. Lagipula murid kelas dua saja bisa melakukan mantra ini. Tulisan muncul di permukaan kotak, mengelilinginya, ‘Aku akan terbuka dengan tiga kali gelitik’. Diletakannya tongkat di meja, jari-jari lentiknya bermaksud menggelitiki kotak tersebut tiga kali. Namun otaknya mengingatkan kalau ini ujian Mantra. Mantra berarti tongkat. Ia harus melakukan semuanya dengan tongkat.

“Rictusempra!”

Suara kikikan aneh tampak berasal dari dalam kotak, bahkan manusia saja apabila mengikik seperti itu akan didiagnosa abnormal. Hasil persilangan Mandrake dan Banshee, siapa tahu. Sisi puncak benda aluminium itu pelan-pelan terbuka, dan Lyssie mengeluarkan telur ayam dari dalam benda tersebut, kali ini senyum sudah benar-benar merekah di wajah ovalnya. Tinggal mewarnai, oke. Ia menaruh kotak dengan satu sisi terbuka itu di meja, memindahkan telur ke tangan kirinya, ganti meraih tongkat dengan tangan kanan.

“Accio cat minyak! Accio kuas!”

Dalam hitungan detik, kantung kulit lebar berisi seperangkat cat minyak disusul kuas datang melalui celah-celah ventilasi di atas pintu Aula Besar, berasal dari kamar anak perempuan kelas lima di Menara Ravenclaw. Perangkat melukisnya, ha. Tidak sia-sia ia menekuni hobinya itu sampai ke Hogwarts, ternyata sekarang berguna. Meski masih menggenggam tongkat, ia mulai mengeluarkan tube-tube dari dalam kantung, memutuskan untuk menggunakan warna-warna cerah. Disadarinya kuas tersebut terlalu besar untuk sebutir telur ayam; bisa susah membuat detail tepi warnanya. “Reducio!” serunya, lalu kuas itu mengecil menjadi sepanjang dua puluh sentimeter, selebar jari telunjuk. Hampir siap. Cat-cat sudah dituangkan ke wadahnya; semacam wadah plastik lebar dengan enam cekungan besar untuk menaruh cat. Tinggal air. Bukan untuk dicampur dengan cat, melainkan untuk membersihkan kuas setiap mengganti warna.

“Aguamenti!” dari ujung tongkat gadis itu keluar air yang langsung ditampung di wadah. Lyssie siap menghias telurnya. “Wingardium Leviosa.” Gumamnya, dan kuas itu pun melayang-layang. Pemilik marga Arcfond itu menggerakkan tongkatnya sehingga kuas tersebut ikut bergerak, ia berusaha mewarnai telur tersebut tanpa menyentuh kuas. Memang jauh lebih sulit, tapi ini demi nilai OWL Mantra. Sepuluh menit kemudian kulit telurnya yang tadi kecoklatan sekarang berwarna empat warna asrama Hogwarts, membentuk pola tebal vertikal biru-merah-kuning-hijau-biru lagi, menghasilkan telur lukis yang mencolok mata. Nice painting, batinnya puas setelah melihat hasil karyanya.

"Scourgify!" Cat-cat berantakan di wadah langsung bersih. Dibereskannya peralatan melukisnya, kemudian dibawanya telur tersebut kehadapan sang pengawas.

“Selesai, Sir.”

"Ah, okay. Next--and I promise this is the last. Tulis namamu di udara," ternyata tugas belum selesai, "beserta pesan dan kesan untuk Hogwarts di udara, atau apapun, terserah kau saja, untuk nilai tambahan--kalau berminat,"

Tentu saja ia berminat. Lyssie sudah berjanji ia tak akan mengecewakan Profesor Flitwick, Kepala Asrama Ravenclaw yang mungil namun baik hati itu. “Flagrate!” serunya seraya mengacungkan tongkat pada udara, memunculkan garis-garis api yang meliuk-liuk sesuai pergeseran tongkatnya.

Lyselle K. Arcfond
Hogwarts adalah tempat dimana segala hal dapat terjadi.

Klise dan konyol? Biarlah. Lyssie toh tidak berminat memberi komentar panjang lebar seperti rel kereta api.

0 comments: