Greetings

Hello. My name is Tchi and this blog’s mine. I don’t write my own story here. I write about my RPG characters and Binjai Kingdom’s funny stories. Click here to read ‘my real stories’.

RPG Characters

RPG Characters

Tuesday, June 01, 2010

OWL: Transfigurasi, 87-88

Pengawas: Jake Locksley

OWL Transfigurasi, baiklah. Lyssie sering bolos pelajaran ini, tapi saat masuk, nilainya lumayan, tidak ada yang dibawah A—abaikan saja pundi-pundi Troll saat ia tak menghadiri kelas. Hah, terkejut karena ada anak Ravenclaw yang sering bolos? Tolong jangan berasumsi negatif, nona muda itu bukan anak bandel yang suka mencemarkan nama asrama sendiri. Hanya saja banyak masalah keluarga mengimpitnya tahun-tahun belakang, membuatnya kurang bertanggungjawab atas tugas wajibnya sebagai pelajar. Dan ia mau menebusnya hari ini, kok. Tiap pagi dan malam ia belajar keras mempraktekan Transfigurasi serta sembilan mata pelajaran lainnya. Bagaimanapun ia anggota asrama elang, kegiatan belajar sudah membelit nadi-nadinya bahkan sejak sebelum masuk Hogwarts.

Langkah-langkah pelan beralaskan sepasang flat shoe hitam polos itu tiba di depan aula, berbaur dengan murid-murid seangkatan lainnya. Sepasang bola mata keemasannya menatap sosok pria muda pengawas ujian yang menyambut mereka di depan aula.

”Well, ujian pagi ini akan dibagi menjadi beberapa sesi. Setiap sesi hanya terbatas untuk 5 orang saja. Nah, siapa yang mau duluan, silakan segera masuk ke dalam aula dan pilih salah satu meja. Instruksi akan diberikan melalui lukisan sihir yang ada di sana,”

Gadis berambut coklat bergelombang itu pun masuk ke aula bersama empat rekan lainnya, diantaranya ada Etcha dan Agustin, waw. Entah ia harus senang atau sebal karena bisa melaksanakan ujian dengan sahabat-sahabatnya. Lyssie malu kalau ketahuan mengacau—semoga saja tidak akan terjadi apa-apa. Lima meja berjejer di tengah aula, dengan dua kursi berhadap-hadapan di tiap meja. Satu kursi ditempati satu pengawas, yang artinya satu kursi lain untuk para murid. Lyssie duduk di kursi di salah satu meja, mengangguk sopan pada pengawasnya. Kemudian mata indahnya terpaku pada sebuah lukisan dihadapannya. Dalam lukisan itu tergambar sebuah kotak kayu. Baru beberapa detik berlalu, kotak kayu itu berubah menjadi kura-kura. Kura-kura tersebut berubah lagi menjadi guci dari keramik porselen, setelah itu hilang.

”Jika sudah mengerti transfigurasi apa saja yang terjadi sesuai urutan pada lukisan tersebut, silakan mulai uji cobakan pada balok kayu yang ada pada meja masing-masing,”

Lyssie menatap balok kayu di mejanya. Baiklah, rangkaian Transfigurasi tadi dimulai dengan inanimate to animate, lalu animate to inanimate, lalu dilenyapkan? Sayang sekali kalau gucinya dilenyapkan, kalau nanti gucinya bagus. Gadis itu mengerucutkan bibir. Inanimate to animate, pelajaran kelas tiga seingatnya. Tak perlu pengucapan mantra, melainkan konsentrasi penuh. Gadis berusia lima belas tahun itu memfokuskan pikirannya pada balok kayu tersebut, membayangkannya berubah jadi kura-kura. Diacungkannya tongkat pada benda itu, dan dengan mulus balok kayu itu berubah menjadi kura-kura. Benar-benar kura-kura, hidup, dengan sepasang mata hitam yang menatap ingin tahu dan punggung… bermotif guratan kayu. Hebat. Sudah dipastikan ia tak akan mendapat nilai O karena ini. Sekarang Lyssie harus mengubahnya jadi guci. Guci dari keramik porselen yang cantik. Garis-garis di dahinya muncul seiring kuatnya ia berkonsentrasi membayangkan kura-kura tersebut jadi guci. Ini pelajaran kelas dua. Ia harus bisa.

“Vera Verto!”

Guci porselen putih menggantikan sang kura-kura. Nona muda keluarga Arcfond itu mendesah lega, senang karena latihan mati-matiannya tidak sia-sia. Sepertinya guci itu lumayan bagus, setidaknya seluruh permukaannya putih sempurna…

sebelum kepala kura-kura tiba-tiba muncul dari dalam guci, tampak menempel dengan tepi bagian dalamnya. Syok menghiasi wajah gadis berwajah oval tersebut. Kemudian kepala kura-kura itu masuk ke dalam guci, lalu muncul lagi. Begitu berulang-ulang selama sepuluh detik. Membuat Lyssie jadi ingin muntah. Tidak, ia tidak peduli dengan nilai tinggi, sudah pasti P akan menghiasi perkamen hasil ujiannya, demi Merlin! Namun ia tidak peduli, sama sekali tidak peduli, asalkan guci berkepala kura-kura itu lenyap detik itu juga!

“Evanesco!” jeritnya histeris seraya mengacungkan tongkat Ash-nya, melenyapkan guci horor itu dari wujud solid, meski sosoknya masih terpeta jelas di ingatan Lyssie. Ia akan mimpi buruk selama seminggu ini, pasti. Mama, maafkan aku karena sering membolos.

0 comments: